Loading...
Kini rakyat kehilangan kaum muda energik yang menyuarakan aspirasinya.
SriwijayaAktual.com - Pagi ini saya dapat pesan menarik dari seorang aktivis senior Jawa Barat dalam bentuk pertanyaan awal: "Akhi, benarkah harga BBM per 1 juli ini akan naik lagi?", tanyanya.
Saya jawab : "tidak tahu ya akhi, tapi kemungkinan itu ada jika dilihat dari pergerakan harga minyak di pasar internasional".
"Tapi kok ngak ada yang demo ya, kenapa", tanyanya lagi.
Saya
jawab: "mungkin mereka lelah. Sebab pemerintah tak berhenti memproduksi
masalah dan membebani rakyat dengan berbagai macam hal. Atau bisa jadi
karena dianggap kenaikan itu rational seperti naiknya tarif tol yg
istilahnya dihaluskan dengan sebutan bukan kenaikan, melainkan
penyesuaian karena sistemnya di integrasikan atau ada pembenaran semacam
itu. Namun apa pun itu, Semoga bukan karena mereka skeptis atau
apatis". jawab saya.
"Bukan akhi, bukan itu sebabnya. melainkan karena kini tukang demo sudah makmur", jawabnya.
Saya tersentak - sembari bertanya dalam hati: benarkah langkanya aksi demonstrasi karena tukang demo sudah makmur?.
Lalu
satu satu saya coba identifikasi tokoh dan jaringan yang selama ini
sangat rajin melakukan demonstrasi - dan saya temukan fakta: benar juga.
Bahkan ada kelompok dan jaringan yang selama ini begitu radikal dan
kritis pun sudah berdiri di belakang pemerintahan eh di depan sebagai
pembela semua kebijakan pemerintah. Tapi saya melihatnya karena faktor
idiologi dan agama, bukan kemakmuran. Walau memang kini semua mereka
dipekerjakan di BUMN, staf ahli atau dapat proyek dari pemerintah.
Betul juga apa yang disebutkan sahabat dari Jawa Barat pada saya pagi ini, bahwa: Tukang Demo Sudah Makmur!
Kini
rakyat kehilangan kaum muda energik yang menyuarakan aspirasinya. Lalu
siapakah yang bakal mengambil dan mengisi peran itu? Di mana pemuda dan
mahasiswa Islam Indonesia? Apakah juga kehilangan daya juangnya?
Walau
pun begitu, saya percaya ada faktor lain sebagai penyebabnya. Namun
faktor 'sudah makmur agaknya merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan. [*]
Oleh: Maiyasyak Johan, Mantan Wakil Ketua Komisi Hukum DPR RI
[republika.co.id]
loading...
Tidak ada komentar:
Write komentar